MAKALAH KEBUTUHAN MANUSIA AKAN AGAMA

KEBUTUHAN MANUSIA AKAN AGAMA

BAB I

PENDAHULUAN

      A.    Latar  Belakang

Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan terhadap agama. Menurut Jalaluddin Rahkmat (2007:60) Agama dalam kehidupan individu dapat berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang berisi norma-norma tertentu, Secara umum, norma-norma tersebut digunakan sebagai kerangka acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan agar sesuai dengan keyakinan agama yang dianut. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki bentuk sistem nilai yang bermakna bagi dirinya masing-masing. Sistem nilai ini terbentuk seiring dengan proses perkembangan manusia, dan merupakan hasil pembelajaran dan sosialisasi. Informasi-informasi yang didapatkan oleh setiap individu dari proses-proses tersebut akan meresap dalam dirinya dan menjadi sistem yang menyatu dalam pembentukan identitas individu. Agama membentuk sistem nilai dalam diri individu, segala bentuk simbol keagamaan dan upacara ritual sangat berperan dalam pembentukan sistem nilai pada diri individu. Setelah terbentuk, individu akan mampu menggunakan sistem nilai tersebut dalam memahami, mengevaluasi serta menafsirkan situasi dan pengalaman.

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.

      B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian agama ?

2.      Bagaimana karakteristik dan fungsi agama ?

3.      Bagaimana kebutuhan manusia terkait agama ? 

      C.    Tujuan Makalah

1.      Untuk mengetahui pengertian agama

2.      Untuk mengetahui karakteristik dan fungsi agama

3.      Untuk mengetahui kebutuhan manusia akan agama.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

      A.    Pengertian Agama

Beberapa alasan sulitnya mengartikan kata agama, A. Mukti Ali dikutip oleh Abuddin Nata bahwa pertama, pengalaman agama adalah soal batini, subjektif dan sangat individualis sifatnya. Kedua, orang begitu bersemangat dan emosional dalam membicarakan agama, karena itu setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama sulit untuk didefinisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut. (Nata, 2011 : 8).

Senada dengan itu sukarnya mencari kata- kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama, sebagaimana ditulis oleh Abuddin Nata yang mengutip tulisan Zakiah Daradjat bahwa karena pengalaman agama yang subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari orang lain. Di samping itu, tampak bahwa pada umumnya orang lebih condong kepada mengaku beragama, kendatipun ia tidak menjalankannya. (Nata, 2011:9) Beberapa pendapat di atas perlu dikemukakan dengan tujuan agar dipahami begitu beragamnya dan bahkan terdapat perbedaan antara seorang ahli jika dibandingkan dengan pendapat ahli yang lainnya.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, agama berarti segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban- kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Agama asalnya terdiri dari dua suku kata, yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau. Jadi agama mempunyai arti tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan melihat hasil yang diberikan oleh peraturan- peraturan agama kepada moral atau materiil pemeluknya, seperti yang diakui oleh orang yang mempunyai pengetahuan, (Abdullah, 2004 : 2) Dalam bahasa Arab, agama berasal dari kata ad-din, dalam bahasa Latin dari kata religi, dan dalam bahasa Inggeris dari kata religion. Religion dalam bahasa inggeris (dinun) dalam bahasa Arab memiliki arti sebagai berikut:

a.       Organisasi masyarakat yang menyusun pelaksanaan segolongan manusia yang periodik, pelaksanaan ibadah, memiliki kepercayaan, yaitu kesempurnaan zat yang mutlak, mempercayai hubungan manusia dengan kekuatan rohani yang leibih mulia dari pada ia sendiri. Rohani itu terdapat pada seluruh alam ini, baik dipandang esa, yaitu Tuhan atau dipandang berbilang- bilang.

b.      Keadaan tertentu pada seseorang, terdiri dari perasaan halus dan kepercayaan, termasuk pekerjaan biasa yang digantungkan dengan Allah SWT.

c.        Penghormatan dengan khusuk terhadap sesuatu perundang- undangan atau adat istiadat dan perasaan. (Abdullah : 3) Agama semakna juga dengan kata ad-din (bahasa Arab) yang berarti cara, adat kebiasaan, peraturan, undang- undang, taat dan patuh, mengesakan Tuhan, pembalasan, perhitungan, hari kiamat dan nasihat. (Ali, 2007 : 25).

Pengertian ini sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi panganut agama yang bersangkutan. Selanjutnya agama juga menguasai diri seseorang dan membuat dia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran- ajaran agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh penganutnya. Orang yang menjalankan kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapat balasan yang baik dari Tuhan, Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkar terhadap perintah Tuhan akan mendapat balasan yang menyedihkan.

Adapun kata religi berasal dari bahasa Latin yaitu berasal dari kata relegere yang mengandung arti yang mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara- cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Ada yang berpendapat kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran- ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan (Nata : 10).

Durkheim menegaskan bahwa agama adalah alam gaib yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal dan pikiran manusia sendiri. Tegasnya agama adalah suatu bagian dari pengetahuan yang tidak dapat dicapai oleh ilmu pengetahuan biasa dan tidak dapat diperoleh dengan pikiran saja. Brunetiere berpendapat bahwa agama sebagai sesuatu yang lain dari biasa. Sedangkan Asy-syahrastani dalam bukunya Al-Milal wa An-Nihal berpendapat bahwa agama adalah ketaatan dan kepatuhan yang terkadang bisa diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan ( amal perbuatan di akhirat).

Menurut Ath- Thanwi disebutkan bahwa agama adalah intisari Tuhan yang mengarahkan orang- orang berakal dengan kemauan mereka sendiri untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Agama bisa digunakan untuk menyebut agama semua nabi dan khusus untuk Islam saja. Agama dihubungkan dengan Allah karena ia merupakan sumbernya, dihubungkan kepada para nabi karena mereka sebagai perantara kemunculannya, dihubungkan kepada umat karena mereka memeluk dan mematuhinya.

Harun Nasution dalam bukunya Islam ditinjau dari berbagai aspeknya yang dikutip oleh Abuddin Nata memberikan definisi agama sebagai berikut;

1.      Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus di dipatuhi;

2.      Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia;

3.      Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mangandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan- perbuatan manusia;

4.      Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu;

5.      Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib;

6.      Pengakuan terhadap adanya kewajiban- kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib;

7.      Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius nyang terdapat dalam alam sekitar manusia;

8.      Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul. (Nata : 14)

Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti agama Allah yang disyariatkan-Nya, sejak nabi Adam a.s hingga nabi Muhammad SAW, kepada umat manusia. Dasar- dasar agama Islam pada setiap zaman dan bagi setiap umat, tidak berubah, yaitu tetap mengajarkan agar umat manusia mengimani kepada Allah Yang Esa, kepada para Rasul-Nya dan sebagainya. Yang berubah hanyalah hal- hal yang berhubungan dengan syariatnya semata- mata. Syariat yang dibawa oleh Nabi  Muhammad akan kekal, sampai  hari Kiamat, karena telah sesuai dengan perkembangan waktu (li kulli zaman) dan perkembangan tempat (li kulli makan). (Shaodiq : 1988 : 142)

Kata Islam berasal dari kata “salam “ yang artinya selamat, aman sentosa, sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. kata salam terdapat dalam al-Qur’an surat al- An’am ayat 54; surat al- A’raf ayat 46; dan surat an- Nahl ayat 32. Kata Islam juga berasal dari kata “aslama” yang artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar menawar. Kata aslama terdapat dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 112; surat Ali Imran ayat 20 dan 83; surat an- Nisa’ ayat 125; dan surat al-An’am ayat 14.

Kata Islam juga berasal dari kata silmun” yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni agama yang mengajarkan hidup yang damai dan selamat. Kata silmun terdapat dalam surat al- Baqarah ayat 128; dan surat Muhammad ayat 35. Kata islam berasal dari kata “sulamun’ yang artinya tangga, kesadaran, yaitu peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada kehidupan yang bahagia. (Abdullah : 6)

Maulana Muhammad Ali dalam mendefinisikan Islam mengambil firman Allah surat al- Baqarah ayat 208.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٢٠٨

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Dari pengertian ini, kata Islam dekat artinya dengan kata agama yang berarti menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Senada dengan itu Nurcholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Pendapat para ulama dan cendikiawan muslim antara lain sebagai berikut (Abdullah : 7)

Menurut Syaikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa agama yang ajarannya diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. dan menegaskan untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya. M. Natsir berpendapat bahwa agama Islam adalah agama kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor sebagai berikut: percaya adanya Tuhan, wahyu, hubungan antara Allah dengan manusia, roh manusia tidak berakhir, dan percaya bahwa keridhaan Allah adalah tujuan hidup.

Menurut A. Mukti Ali, mengatakan bahwa agama Islam adalah agama kepercayaan adanya Allah dan hukum yang diwahyukan kepada utusan- utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia. Sedangkan Endang Saefuddin Anshari, berpendapat bahwa agama Islam adalah agama yang berupa wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya untuk disampailkan kepada umat manusia sepanjang masa.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian agama Islam adalah suatu sistem keyakinan, penyembahan dan aturan- aturan Allah yang mengatur segala kehidupan manusia dalam berbagai hubungan; baik hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam. Agama-agama Samawi dan Islam.

Islam adalah satu-satunya agama Samawi. (Anshari, 1986:67-69) Sedangkan agama Nasrani dan agama Yahudi dalam bentuknya yang sekarang tidak dapat lagi disebut sebagai agama murni Samawi; paling- paling dapat disebut sebagai agama semi-Samawi atau agama semu-Samawi, karena kedua kitab suci kedua agama tersebut dalam bentuknya yang sekarang ini sudah sangat banyak diinterpolasi dengan pikiran-pikiran manusia. Bagaimana halnya dengan agama Nasrani dan agama Yahudi dalam bentuknya yang asli tentu saja adalah agama murni- Samawi.

Dalam al-Qur’an antara lain dijelaskan oleh Allah SWT yang tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 136:

قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَمَآ أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ أُوتِيَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ١٣٦

Katakanlah (hai orang- orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".

Terdapat juga dalam surat Yunus ayat 72: Nabi Nuh a,s, berkata” Aku disuruh supaya Aku termasuk golongan Muslimin yaitu orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)". Di dalam surat al-Baqarah ayat 130- 131 tercatat mengenai Nabi Ibrahim a.s. sebagai beirkut;“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".

Dikisahkan juga dalam surat Yusuf ayat 101 bahwa: “ Nabi Yusuf  berkata kepada Rabb-nya (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. Dalam surat Yunus ayat 84, Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri."

Al-Qur’an mencatat dalam surat Ali- Imran ayat 52, tentang nabi Isa a.s. “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslimun).”

Selanjutnya Allah SWT mengutus seorang rasul-Nya, penutup para rasul Allah yang terdahulu itu. Firman Allah dalam surat an- Nisa’ ayat 163-165, bahwa: “ Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentan mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dari rangkaian ayat- ayat tersebut, maka jelaslah bahwa menurut al- Qur’an, Islam adalah satu- satunya agama murni Samawi, sepanjang masa dan tempat.

 

 

 

B.     Karakter Agama

Karakteristik agama sebagai beirkut (Nata : 15);

1.      Kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk yang bermacam- macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk benda- benda yang memiliki kekuatan misterius ( sakti ), ruh atau jiwa yang terdapat pada benda- benda yang memiliki kekuatan misterius; dewa-dewa dan Tuhan atau allah dalam istilah yang lebih khusus dalam agama Islam. Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam paham keagamaan

2.      Kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Hubungan baik ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingat-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya

3.      Respon yang bersifat emosional dari manusia. respon tersebut dapat mengambil bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama- agama monoteisme. Selanjutnya respon tersebut dapat pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada agama- agama monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat ang bersangkutan.

4.      Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran- ajaran agama yang bersangkutan, tempat- tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

 

C.    Fungsi dan Kedudukan Agama Dalam Kehidupan

Pada zaman yang semakin sekuler ini, agama memainkan peran penting terhadap kehidupan berjuta-juta manusia. (Keene, 2006:6) Penyelidikan-penyelidikan menyatakan bahwa lebih dari 70 persen penduduk dunia menunjukkan bahwa mereka menganut salah satu agama. Diseluruh Eropa Timur, misalnya, semakin banyak orang mengikuti ibadat di Sinagoga, Mesjid, Kuil, dan Gereja. Dibanyak tempat di dunia, imam, rabi dan pendeta bekerja bersama-sama untuk menciptakan dunia yang semakin baik dan damai.

Agama mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dan pada pengalaman-pengalaman hidup. Agama merayakan kelahiran, menandai pergantian jenjang masa dewasa, mengesahkan perkawinan serta kehidupan berkeluarga, dan melapangkan jalan dari kehidupan kini menuju kehidupan yang akan datang. Agama juga memberikan jawaban- jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan, seperti bagaimana kehidupan dimulai, mengapa orang menderita, apa yang terjadi terhadap manusia jika sudah mati. Mengingat semuanya ini kiranya tidak mengherankan jika agama memberikan banyak inspirasi terhadap karya- karya terbesar dunia ini seperti dalam seni, musik dan literatur. (Keene : 7)

Islam datang ketika latar sosial masyarakat Arab dipenuhi kegelapan. Budaya mereka jahiliyah, adat kebiasaannya dipenuhi angkara murka. Mereka suka poligami tanpa batas, mengubur hidup- hidup anak perempuan, melegalkan perbudakan, melakukan ihdad berlebihan bagi istri yang ditinggal mati suaminya, tidak memberi harta warisan kepada kaum perempuan, dan masih banyak lagi yang lain. Inti agama yang tertuang dalam lembaran teks wahyu tidak lain bertujuan membebaskan dari keterjeratan budaya jahiliyah tersebut. Karenanya, ketentuan syari’at dalam Islam sangat menjunjung moralitas dan nilai- nilai kemanusiaan. (Yasid, 2007 : 99) hukum Tuhan dalam pengertiannya yang substantif bukanlah postulat-postulat teks yang sangat transenden. Sebaliknya, hukum Tuhan merupakan rangkaian panjang proses pemaknaan teks itu sendiri melalui mekanisme aktualisasinya sesuai konteks kemaslahatan umat.

Dengan kata lain, rumusan hukum Tuhan bukanlah bentuk jadi dari wahyu verbal yang masih bersifat umum dan sangat transenden. Sebaliknya, hukum Tuhan merupakan akumulasi dari rangkaian pemaknaan teks secara kreatif dan dinamis untuk merespons aneka fenomena dan solusi sesuai konteks masalah. Karena itu, dalam tataran praksisnya hukum Tuhan mengalami proses evolusi dari yang transendental dan global menjadi diktum- diktum hukum operasional yang amat teknis mengatur beragam persoalan kemanusiaan sesuai konteks sosio- historis masing- masing komunitas hukum. (Yasid : 174)

Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai pedoman, aturan dan undang- undang Tuhan yang harus di taati dan mesti dijalankan dalam kehidupan. Agama sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang harus diberlakukan dalam segala segi kehidupan. Orang yang beragama dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, menguasai nafsunya sesuai dengan ajaran agama. Orang yang beragama cendrung berbuat baik sebanyak- banyaknya, dengan hartanya, tenaganya dan pikirannya. Dan dia akan berusaha sehabis daya upayanya untuk menghindarkan dirinya dari segala perbuatan yang keji dan munkar. Selain itu agama merupakan unsur mutlak dalam pembinaan karakter pribadi dan membangun kehidupan sosial yang rukun dan damai. (Rousydiy : 1986 90-92)

Masyarakat akan baik, manakala terdiri dari pribadi-pribadi yang baik. Pribadi yang baik hanya dapat dibina melalui ajaran agama. Oleh sebab itu orang yang beragama, walau tidak ada orang yang tahu, ia tetap berbuat baik dan menjaga diri dari yang dilarang Tuhan, karena ia yakin bahwa ia tetap diawasi Tuhan. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa agama sangat berfungsi dam memiliki kedudukan yang strategis dalam menata kehidupan manusia untuk mendapatkan kesemalatan dirinya dan kemaslahatan bagi orang lain.

 

D.    Latar Belakang Perlunya Manusia Beragama

Sekurang- kurangnya ada tiga alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan (Nata : 20) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut yaitu:

1.      Fitrah manusia.

Dalam konteks hal ini di antara ayat al- Qur’an dalam surat ar- Rum ayat 30 bahwa ada potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia. Dalam hal ini dapat ditegaskan bahwa insan adalah manusia yang menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Manusia insan secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna bentuknya dibanding dengan makhluk lainnya sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya. Lebih jauh Nata bahwa pengertian manusia yang disebut insan, yang dalam al-Qur’an dipakai untuk menunjukkan lapangan kegiatan manusia yang amat luas adalah terletak pada kemampuan menggunakan akalnya dan mewujudkan pengetahuan konseptualnya dalam kehidupan konkret. Hal demikian berbeda dengan kata basyar yang digunakan dalam al- Qur’an untuk menyebut manusia dalam pengertian lahiriyahnya yang membutuhkan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, hidup yang kemudian mati.

Informasi mengenai potensi beragama yang dimiliki oleh manusia itu dapat dijumpai dalam ayat 172 surat al- A’raf bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama). Bukti historis dan atropologis bahwa pada manusia primitif yang padanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya. mereka mempertuhankan pada benda- benda alam yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan.

Hipotesis tentang  pertumbuhan agama sebagian mengatakan bahwa agama adalah produk rasa takut dan sebagai akibatnya terlintaslah agama dalam kehidupan manusia. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa agama adalah produk dari kebodohan. Hal ini sesuai dengan wataknya selalu cenderung untuk mengetahui sesuatu yang terjadi di alam ini. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa agama adalah pendambaannya kepada keadilan dan keteraturan, ketika manusia menyaksikan banyaknya kezaliman dan ketidak adilan dalam masyarakat dan alam. Agama mengambil bagian pada saat- saat yang paling penting dan pada pengalaman hidup. Agama mengesahkan perkawinan, agama berada dalam kehidupan pada saat- saat yang khusus maupun pada saat- saat yang paling mengerikan. (Keene : 6) “Dengan demikian manusia sepanjang masa senantiasa beragama, karena manusia adalah makhluk yang memiliki fitrah beragama yang oleh C.G.Jung disebut naturaliter religiosa (bakat beragama).”(Arifin : 1998 : 8) Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama ini perlu pembinaan, pengarahan, pengembangan dengan cara mengenalkan agama kepada setiap manusia

2.      kelemahan dan kekurangan manusia.

Menurut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Di antara ayat yang menjelaskan hal ini terdapat dalam surat al-Syams ayat 7-8, bahwa Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kafasikan dan ketaqwaan”.

Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk. Di sini berbeda dengan terminologi kaum Sufi bahwa nafs adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan prilaku buruk dan dalam hal ini sama dengan pengertian yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia. Lebih jauh Qurash Shihab berpendapat bahwa kendatipun nafs berpotensi positif dan negatif, namun diproleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja dorongan dan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan.

3.      Tantangan manusia.

Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama karena manusia dalam kehidupannya menghadapi berbagai tantangan baik yang datang dari dalam amupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (lihat QS 12:5; 17:53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat- obat terlarang dan lain sebagainya dibuat dengan sengaja. ”Pada zaman semakin sekuler ini agama memainkan peranan penting terhadap kehidupan berjuta- juta manusia”.(Keene : 6) Untuk itu upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajarkan mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu, sangat meningkat, sehingga upaya mengagamakan masyarakat menjadi penting.

 

BAB III

KESIMPULAN

Tuhan menurunkan agama untuk kepentingan manusia. Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Ikatan itu berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, sebagai fitrah yang diberikan Tuhan kepada hamba-Nya.

Agama sangat berguna dan mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan manusia, yaitu agama merupakan unsur mutlak dalam pembinaan karakter pribadi dan membangun kehidupan sosial yang rukun dan damai, mendidik agar memiliki jiwa yang tenang, membebaskan dari belenggu perbudakan, berani menegakkan kebenaran, memiliki moral yang terpuji dan agama dapat mengangkat derajat manusia lebih tinggi dari makhluk Tuhan yang lain.

Kebutuhan manusia terhadap agama didasari oleh beberapa faktor dominan, yaitu faktor fitrah, kekurangan dan kelemahan manusia dan faktor tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu agama adalah paket yang sangat dan amat dibutuhkan oleh manusia.


REFRENSI 

Abdullah, M. Yatimin, Studi Islam Kontemporer, (Pekan Baru: Amzah),2004

Abdul Manaf, Mudjahid, Sejarah Agama Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1994

Arifin, HM, Menguak Misteri Ajaran Agama Agama Besar, (Jakarta: Golden Trayon Press), 1998

Daud, Ma’mur, Shahih Muslim, (Jakarta: Widjaya), 1982 Depag.RI, Al Qur’an Dan Tafsirnya, (Semarang:Citra Effhar), 1993

Keene, Michael, Agama- Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius), 2006.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press), 1979

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2011

Poerdarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1982.

Rousydiy, T.A Lathief, Agama Dalam Kehidupan Manusia, ( Medan: Rambow), 1986.

Syahrastani, Imam al, al- Milal wa al- Nihal, (Mesir: Dar al- Kutub,tt).

Shodiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Sienttarama), 1988

Wehr, Hans, A Dictionary of Modern Written Arabic, (New York: tp), 1971

Yasid, Abu, Nalar dan Wahyu, (Jakarta: Erlangga), 2002

Posting Komentar

0 Komentar